Hehe, ini cerita pertama gue. Biasa, bahasanya masih belum ada yang puitis and 'ngegigit' pastinya. Orang guenya masih kelas 1 SMA kucrit. Tapi ini gue bikin karena gue pengen latihan nulis cerita. Selamat membaca! ^^
Klik! Klik! Klik!
Nia tersenyum melihat gambar yang ia ambil di kamera digitalnya. Dari jam setengah enam sore cewek itu udah nongkrong di teras. Hobinya emang rada aneh: liat senja. Senja. Lukisan Tuhan yang tidak akan tampak walau kita lihat di siang hari maupun malam hari. Bahkan untuk melihatnya pun cuma bisa setengah jam begitu masuknya malam. Makanya cewek itu udah nemplok dari jam setengah enam di teras dengan kamera digital siap di tangannya. "Dapet juga. Besok bakal gue tunjukin ke Vira ah," gumamnya puas. Vira, sahabatnya memang gak terlalu suka senja. Yang ada di pikirannya cuma penyanyi favorit yang sekarang namanya udah melejit dari tahun 2009. Siapa lagi kalo bukan Justin Bieber? So, tu cewek kalo diliatin foto senja paling cuma ngasih respon: "Bagus", "Lumayan", "Gak jelek-jelek amat sih", atau kalo sahabatnya itu mulai kesel gara-gara respon yang dikasih itu-itu mulu Vira bakal bilang,"Bagus banget! Kalo gue punya lukisan kayak gini, dijamin harganya muahal! Tiket Justin mah lewat!"
Esoknya Nia tengah berjalan di koridor menuju kelas sambil melihat-lihat gambar yang ia ambil kemarin. Kamera digitalnya memang gak pernah lepas. Itu udah terbukti sama pihak sekolah. Soalnya tu cewek tiap jam pelajaran pasti bawa-bawa kamera. Mau di kantin, ruang guru, kelas bahkan toilet! Tiap jam pelajaran kameranya ia taruh di meja. Pernah Vira ngingetin supaya kameranya ditaro di tas, tapi Nia malah ngotot gak mau. Gara-garanya takut kameranya hilang. Plis deh, cuma kamera doang!
Tiba-tiba seorang cowok menabraknya dan kamera yang ia pegang otomatis terlempar. Sontak Nia terperangah melihat kameranya yang tergolek lemas bagai mayat. Lensanya pecah. Cepat-cepat Nia mengambilnya dan memeriksanya tanpa menghiraukan orang yang sudah menabraknya. Lalu ia menatap cowok itu dengan tatapan menghujam. "Elo!" bentaknya.
"Sori, gue gak sengaja. Gue lagi buru-buru soalnya," ujar cowok itu.
"Tapi liat-liat dong kalo jalan, kamera gue jadi rusak nih." Dengan gelisah Nia memeriksa kameranya.
"Liat-liat? Situ kali yang jalannya liat-liat. Gue ampe risih jalan di belakang elo. Udah lelet, ngalangin jalan lagi!" seru cowok itu yang kali ini jadi emosi. Wajar karena dia udah gatel pengen dorong tu cewek dari tadi. Masih untung ditabrak, paling enggak cuma nyenggol doang. Coba kalo tadi niatnya beneran, udah ancur kali tu kamera sama orangnya!
"Elo nyalahin gue?!" bentak Nia.
"Iya! Mau apa lo? Ngajak tarung? Cuma kamera doang ampe segitunya."
"Lo harus tanggung jawab!" tuntutnya.
"Idih, nikah aja belom udah tanggung jawab." Cowok itu pergi meninggalkannya tanpa menghirukan makian Nia.
"AWAS LO NANTI"
"IYA! GUE TUNGGUIN!"
***
Jam istirahat sudah lewat sepuluh menit tapi Nia masih di kelas, sibuk ngurusin kamera. "Ni, gue udah laper nih. Lo parah banget sih suruh gue nunggu ampe kamera lo bener." Vira menahan laparnya sambil memerhatikan Nia yang sibuk dari tadi.
"Ntar dulu, Vir, gue takut ni kamera gak bisa bener lagi. Mana gambarnya belum gue masukin ke komputer, lagi."
"Kan lo bisa beli yang baru."
"Ini kan hadiah ultah dari bokap. Masa langsung gue buang gitu aja? Kan sayang!"
"Kalo gue tanya, lo lebih milih kamera atau sahabat lo yang lagi kelaperan?"
"Kamera," jawab Nia yang dibarengi tatapan tidak percaya Vira. Sebenernya Nia asal jawab karena dia lagi fokus ke kamera. Baginya saat ini kameranya yang harus dikhawatirin! Dengan dongkol Vira berdiri dan hendak pergi.
"Ya udah gue ke kantin, makan tu kamera!"
Melihat sahabatnya tiba-tiba marah Nia lari mengejarnya. "Vir, sori, gue gak bermaksud kayak gitu. Sumpah!"
"Kalo nyuruh elo ngasih respon tentang senja gue masih toleransi, tapi tadi elo bilang kamera lebih penting dibanding sahabat. Tega banget lo!"
"Ya Allah demi! Gue gak sengaja ngomong gitu. Gue minta maaf...," Nia memohon. Melihatnya, Vira jadi gak tega.
"Tapi lo ikut ke kantin, ya?"
"Sip! Jadi gue dimaafin?"
"He-eh!"
***
"Ni, kenapa lo gak ganti hobi lo aja?" tanya Vira sewaktu mereka di kantin.
"Kenapa emang?"
"Gue rada kesel aja ngeliat lo tiap hari bawa kamera. Gak di kelas, ruang guru, toilet ampe sekarang tu kamera rusak lo tetep bawa makan juga!" seru Vira. Pandangan Nia menjadi sayu. Vira kelabakan begitu sahabatnya jadi pendiam. "Ni, sori, gue gak bermaksud nyakitin elo..."
"Gapapa, Vir, mungkin emang hobi gue aneh, ya? Tiap hari bawa kamera, padahal gue bakal pake tu kamera cuma pas liat senja doang," kata Nia," tapi gue gak bisa berhenti liat senja."
"Kan bisa di HP?"
"Kamera HP kurang bagus, makanya gue lebih milih yang digital."
Mereka terdiam, dan Nia berkata, "Makanya suatu saat nanti gue bakal pergi ke suatu tempat dimana ada senja yang lebih bagus dari rumah gue. Gue pengen banget ke Bali, ngeliat sunset sepuasnya."
"Elo seneng banget ya ama senja?" tanya Vira.
Nia mengangguk.
"Bukan karena lo abis baca novel Jingga dan Senja, kan? Soalnya tu novel terkenal banget. Gue aja jadi tersentuh pengen liat senja. Tapi gak semaniak elo."
"Nggak, Vir, gue asli seneng ama senja. Sempet kagum juga ada novel yang ceritanya tentang senja. Dan gue berharap nama gue juga Jingga Matahari."
"Itu kan cuma novel, Ni, mending cari yang nyata. Kayak Justin Bieber."
Nia menatapnya jengkel. Makan tu Justin. Masih ngarep juga bisa ketemu tu orang.
Sore itu jam lima Nia baru selesai les. "Ck, bakal macet kalo pulang sekarang," gumamnya seraya melihat jam tangannya. "Gue tunggu ampe malem deh."
Nia tengah makan soto mie sambil menunggu malam ketika tiba-tiba dia mendengar suara cowok. "Soto mie satu ya." Nia berhenti makan. Dia tahu banget suara itu. Begitu ia menoleh tepat di hadapannya cowok itu tengah memerhatikannya. "Elo!" seru Nia tertahan
"Kenapa sih?" ujar cowok itu jengkel.
"Ngapain lo di sini?" tanya Nia tidak percaya.
"Makan lah, lo kira mo ngapain?"
Nia memerhatikan sekeliling. Di sekitar sini tidak ada tanda-tanda komplek perumahan, hanya gedung ruko yang berjejer yang salah satunya tempat les bahasa inggris. Berarti...
"Lo les di sini?" tanya Nia lagi.
"He-eh."
Pantas, selama ini dia pernah ngeliat ni cowok tapi cuma sekilas doang. Ternyata dia satu sekolahan juga! Cowok itu lalu melihat kamera rusak di sebelah Nia. "Kamera lo masih rusak?"
Air muka Nia kembali galak. "Gara-gara elo kamera gue rusak," tukasnya. Cowok itu mengambil kameranya dan memeriksanya. Dan begitu cowok itu selesai, "Nih, udah gue betulin." Nia terperangah. "Yang rusak cuma lensa doang betulinnya ampe berjam-jam. Kalo gak ngerti gak usah beli!" maki cowok itu.
"Kamera gue udah bener?" tanya Nia tidak percaya. Sebagai gantinya cowok itu makan tanpa menghiraukannya. Sebentuk senyum terukir di wajah Nia. Dia bisa potret senja sore ini. "Makasih," ucapnya. Cowok itu tetap tidak menghiraukan. Dan walaupun Nia tidak melihat, seulas senyum juga terukir di wajah cowok itu.
Jam setengah enam Nia udah stand by di pinggir jalan. Seperti biasa menunggu matahari pergi ke peraduannya. Begitu warna langit perlahan-lahan menjadi jingga cewek itu dengan sigap memotretnya.
Klik! Klik! Klik!
Tiba-tiba terdengar bunyi kamera lain. Nia menoleh. Cowok yang tadi. Cowok itu tersenyum padanya lalu melanjutkan kegiatannya. Nia terperangah. Sejak kapan?
Melihat Nia hanya bengong cowok itu berkata, "Kok ga difoto?"
Nia tersadar dari lamunannya dan cepat-cepat memotret dengan waktu yang tinggal sedikit lagi. Setelah puas, ia kembali memerhatikan cowok itu. "Elo suka senja juga?" tanyanya.
Cowok itu menoleh dan menghampirinya. "Menurut lo gimana?"
Nia sempat bingung ditanya balik. "Kayaknya suka juga sih," jawabnya ragu.
Cowok itu kembali tersenyum, membuat muka Nia jadi merah. Untung udah malem jadi mukanya yang merah gak akan kelihatan. Soalnya ni cowok emang cakep sih. Dari awal mereka ketemu juga Nia udah mulai suka, tapi begitu tahu dia ngerusak kameranya jadi gimanaaa gitu.
"Gue suka karena ada yang suka," jawab cowok itu akhirnya. Membuat Nia makin penasaran. Kalo emang suka bilang kek, pake musingin orang segala. "Orang itu tiap hari kerjaannya bawa-bawa kamera. Tiap abis pulang les pasti udah stand by di sini. Pas gue selidik ternyata cuma buat motret senja. Udah gitu dia pasti tersenyum. Makanya gue jadi suka senja."
Muka Nia makin panas. Jujur, baru kali ini dia malu. Jadi selama ini dia merhatiin gue?
"Kalo gue tanya kenapa lo suka senja?" tanya cowok itu.
Begitu ditanya seperti itu mata Nia berbinar dan dengan semangat ia menjawab, "Karena gue suka banget senja. Kalo suatu saat gue bisa pergi ke tempat dimana ada senja yang lebih dari ini, dijamin gue bakal bengong seharian tanpa berkedip sedikitpun!"
Cowok itu pun tersenyum dan berkata, "Kalo suatu saat gue kasih liat senja yang lebih dari ini ke elo, saat itu juga lo jadi cewek gue!"
Ini photo senja yg gue ambil pas iseng-iseng hehe. Makanya jd inspirasi buat gue nulis cerita ^.^
