Daisypath Happy Birthday tickers

Daisypath Happy Birthday tickers

Rabu, 02 September 2015

Bacalah...
Dan ketentraman hadir kepada setiap yang percaya.
Tetapi jika kamu tidak percaya,
Bacalah...
Jangan biarkan hari itu (kematian) menjadi hari pertamamu mengetahui
apa makna sebenarnya dari kehidupan. 

#nicevideo


Selasa, 23 Juni 2015

Keren banget! Merina jadi semangat lagi :)))


Jumat, 05 Juni 2015

Teman saya, Nurul Falah, menulis kenangan setahun belajar di sini. Melalui tulisannya membuat saya tertawa sendiri sekaligus sedih karena harus berpisah. Semoga nanti kami bertemu kembali di waktu yang Allah sudah takdirkan kami untuk bertemu...


Klik di sini kalau ingin lihat.

Kamis, 04 Juni 2015

Terhitung delapan bulan saya belajar di sini, walau sejujurnya delapan bulan masih teramat kurang. Apalagi mengingat saya yang belajar dari nol, rasanya masih kurang greget. Terlebih untuk bisa membaca kitab gundul saja masih terlampau jauh diraih. Yah, entah karena bagi saya bahasa Arab memang susah atau sayanya aja yang kadang rajin kadang ngga belajarnya hehehe. Teringat dengan tulisan Mba Oki di bukunya, "Belajar bahasa Arab tidaklah selalu mudah. Terkadang kau menikmatinya sepenuh hati, tapi tak jarang pula kau akan 'tersiksa' karena tak mengerti. Seolah apa yang dikatakan dosen tak mampu masuk ke otakmu". Sensasi yang saya rasakan ketika ustadzah menerangkan dengan bahasa Arab luar biasa saat pertama kali belajar. Satu hal yang saya syukuri untung ustadzahnya orang Indo, jadi sedikit-sedikit bisa dijelaskan dengan bahasa Indo, dan saya bisa bertanya dengan bahasa Indo. Gak kebayang kalo di LIPIA sensasinya kayak gimana mengingat mayoritas dosen di sana orang Arab asli jadi gak mungkin nanya pake bahasa isyarat.

Gy, dari awal memutuskan menempuh jalan ini, memang sudah saya perkirakan akan ada banyak rintangan maupun godaan. Mengingat banyak yang harus dikorbankan, entah itu kesenangan, waktu luang, rasa sakit yang harus diterima ketika tahu konsekuensinya penuntut ilmu seperti apa, bahkan boleh jadi tulisan ini kelak menjadi bumerang buat saya sendiri, belum lagi dengan kalaamunnaas, tapi untuk yang terakhir itu saya lebih memilih untuk gak peduli. Seperti halnya Mus'ab ketika memutuskan memilih jalan ini dan konsekuensi yang diterimanya amat besar, Ibunya tidak mau mengakui keislamannya sampai menjadi seorang faqir bahkan yang dulunya ia sempat dikagumi oleh penduduk Mekkah, sekarang untuk makan pun susah, pun di bajunya banyak tambalan. Tapi ia tidak peduli, baginya Allah dan Rasul-Nya lebih dari segalanya. Juga ulama-ulama besar yang menempuh jarak ribuan kilo untuk menuntut ilmu, untuk menguasai ilmu Nahwu pun Imam Syafi'i membutuhkan waktu sekitar 20 tahun, sedangkan saya mah apa atuh udah umur kepala dua masih banyak kurangnya :( kadang suka sedih deh *hiks*.

Banyak dari mereka pun merasakan pahitnya hidup di penjara. Maupun dari kalangan perempuan, yaitu Khadijah, kalian pasti tahu kan pengorbanannya seperti apa. Satu yang saya tahu pasti, banyak dari mereka yang sudah tidak lagi peduli dengan harta, kedudukan, maupun nikmatnya hidup setelah memutuskan mengambil jalan ini. Membuat saya berdecak kagum membacanya, mereka lebih disibukkan dengan beribadah semata-mata mengharap ridha Allah. Entah itu dengan bekerja, menuntut ilmu syar'i, menginfakkan seluruh harta, atau berjihad. Kisah mereka sudah lebih dari cukup untuk obat sekaligus penenang di saat hati ini sudah mulai jenuh belajar.

Masih banyak yang harus diperbaiki, entah itu sikap, lisan, hubungan dengan orang tua maupun dengan orang lain. Rasanya kalau dibanding orang-orang terdahulu seujung kuku pun saya gak ada apa-apanya. Masih banyak santainya huhu. Alhamdulillah, Allah mengenalkan saya dengan ini semua. Teringat nasihat salah seorang ustadzah, "Bumi Allah itu luas, ilmu-Nya pun tersebar luas di mana-mana. Usahakan jangan berhenti belajar, menuntut ilmu itu wajib. Terlebih ilmu syar'i". 

Rabu, 08 April 2015

Pernah di suatu waktu saya mengeluh ke Ibu perihal sulitnya belajar bahasa Arab, "Baru kali ini, Bu, Nina dibikin susah nguasaain materi. Apalagi kalo ujian, dapet nilai tujuh aja udah sesuatu banget."

Ibu cuma menjawab, "Masih mending, Na, kamu masih ada guru buat ditanya, masih ada yang ngasih tahu."

Walaupun jawaban ini sederhana, tapi amat bermakna buat saya. Mengingat usia Ibu sudah setengah abad, mungkin jauh di hatinya ada keinginan kembali ke masa muda, memperlajari banyak hal dan bertanya ke guru. Sekarang Ibu cuma bisa belajar lewat radio, mendengarkan kajian pun nasihat dari ustadz-ustadz Rodja. Ibu pernah bilang, "Dulu jarang ada yang nasihatin Ibu buat pake jilbab dan emang jaman dulu kebanyakan perempuan pada gak pake jilbab ke sekolah. Kalaupun ada yang pake, itu pun cuma satu atau dua orang. Minoritas banget deh, dan emang dasarnya Ibu gak nanya ke guru tentang wajibnya muslimah berjilbab. Ibu itu orangnya pemalu, lebih milih kebanyakan orang. Coba kalau seandainya Ibu tahu dari dulu jilbab itu wajib, pasti Ibu lebih milih pake jilbab."

Nah, mengingat usia saya yang sebentar lagi masuk kepala dua, malu rasanya ngeluh gak jelas walaupun kenyataannya bahasa Arab memang butuh kesabaran ekstra buat dikuasai *hiks*. Alhamdulillah ada nasihat dibalik percakapan ini.

Selasa, 03 Februari 2015

Siang tadi dengan berbekal niat beli roti bakar, begitu turun di Stasiun Bogor, bersama Zayn saya melangkah mantap menuju SD Panaragan. Fyi, yang niat beli roti bakar itu bukan saya, tapi Zayn. Supaya tidak ada kesalahpahaman, saya tulis di awal. Mudah-mudahan pembaca gak pikun kalau Zayn itu perempuan supaya gak salah paham lagi karena masih teringat dalam ingatan saya sewaktu hendak pergi ke Jakarta setahun yang lalu, saya menunggu Zayn di pertigaan Pasir Kuda. Berhubung Abi Zayn bisa mengantar kami ke sana dengan mobil, saya diminta janjian di lokasi. Kebetulan ada mbak-mbak yang biasa jualan minuman di tempat saya menunggu. Sambil menunggu sesekali saya menelepon Zayn sudah di mana. Penantian itu terbilang lumayan lama hingga akhirnya mbak-mbak yang di dekat saya bertanya, "Nunggu siapa, Mbak?"

Saya jawab sambil tersenyum, "Nunggu temen."

Mbaknya nanya lagi, "Cowoknya, ya?"

Mungkin karena tadi mbak ini denger saya lagi nelepon trus bilang, "Zein di mana?" seolah telinganya menangkap tadi itu nama cowok. Karena gak mungkin buat saya jelasin panjang lebar ntar dikira ngeles, saya cuma bisa diem maklum. Gantinya saya mesem-mesem geli sendiri. Setelah lumayan lama nungguin, akhirnya mobilnya dateng. Si mbak yang jualan minuman bilang, "Tuh, Mbak, mobil cowoknya dateng. Kasihan udah nungguin lama dari tadi." 

Begitu masuk mobil saya cekikikan.

Baik, kita kembali ke niat beli roti bakar. Rindu rasanya melihat sekolah beta dulu *mendadak melankolis*. Sekolah yang sekarang diapit dua mall ini dulunya tempat saya belajar loh (terus?). Karena sudah bertahun-tahun gak pernah ke sini, saya pikir penjual jajanan di sini pun sudah gak ada yang saya kenal. Tapi kenyataannya nggak, Gy! Masih inget banget di sini saya sering beli buras sama bihun plus gorengan lain, yang jualnya ibu-ibu dan ternyata oh ternyata ibu-ibu itu masih jualan sampai sekarang. Langsung saja siang itu pilihan jajanan saya jatuh pada gorengan ibu-ibu ini. Saya gak berharap ibu-ibu ini masih inget saya atau nggak karena muka saya memang bukan termasuk salah satu bintang penyanyi ngetop di TV dan sangat mustahil beliau masih mengingat muka saya yang... well... semakin bertambah tui ini. 

Gak disangka-sangka beliau malah bertanya, "Neng yang dulu sekolah di sini, kan?"

Saya terperanjat. Ya ampun gak nyangka... Well, berarti rupa saya tak ubahnya seperti dua belas tahun yang lalu *kibas jilbab* tetap sama. Buktinya ibu-ibu ini masih inget muka saya. 

Ini semua berkat khasiat ekstrak kulit manggis *loh*

Saya pun tertegun begitu tahu harga gorengannya masih sama dengan dua belas tahun yang lalu, gak nyampe empat ribu. Beres beli gorengan, saya langsung pulang. Sebenarnya ada keinginan beli jajanan lain, tapi ntar aja deh bisa di lain waktu. Selama di angkot, masih terngiang dalam benak siluet ibu-ibu yang jual gorengan tadi. Beliau masih mengingat muka saya, jangan-jangan.... muka saya mirip salah satu bintang penyanyi ngetop di TV?  

Jumat, 19 Desember 2014

Noooo justru saya seneng banget! xD


the book is from England addict kikikik *also books addict*
























Senin, 08 Desember 2014

Wondering they've grown up...
1999 to 2015


I got this news from here. Still CAN'T BELIEVE.

Sabtu, 25 Oktober 2014

#renungan

Ketika mendengar kata 'alim' atau 'sok alim' yang terlintas di kepala adalah sosok yang shalih, rajin ibadah, dan suci (bisa dibilang cacat dari dosa) terlepas dari pengetahuan agama yang dimiliki. Istilah itu gue dengar dari kecil seiring seringnya kata itu disebut oleh banyak orang. Sampai akhirnya gue menemukan istilah itu di lain tempat yang maknanya ternyata jauh sekali dengan yang selama ini gue dengar. Bahkan seseorang yang sudah sampai pada derajat alim ini ternyata enggan untuk disebut alim karena ketawadhuan dan kedalaman pemahamannya. 

Lagi-lagi banyak yang belum gue tahu. #justkeepreading

Sabtu, 16 Agustus 2014

#bookiwaitingfor #finally #nodaywithoutreading #sakinggakpunyainstagram #hehehe