Daisypath Happy Birthday tickers

Daisypath Happy Birthday tickers

Kamis, 04 Juni 2015

Terhitung delapan bulan saya belajar di sini, walau sejujurnya delapan bulan masih teramat kurang. Apalagi mengingat saya yang belajar dari nol, rasanya masih kurang greget. Terlebih untuk bisa membaca kitab gundul saja masih terlampau jauh diraih. Yah, entah karena bagi saya bahasa Arab memang susah atau sayanya aja yang kadang rajin kadang ngga belajarnya hehehe. Teringat dengan tulisan Mba Oki di bukunya, "Belajar bahasa Arab tidaklah selalu mudah. Terkadang kau menikmatinya sepenuh hati, tapi tak jarang pula kau akan 'tersiksa' karena tak mengerti. Seolah apa yang dikatakan dosen tak mampu masuk ke otakmu". Sensasi yang saya rasakan ketika ustadzah menerangkan dengan bahasa Arab luar biasa saat pertama kali belajar. Satu hal yang saya syukuri untung ustadzahnya orang Indo, jadi sedikit-sedikit bisa dijelaskan dengan bahasa Indo, dan saya bisa bertanya dengan bahasa Indo. Gak kebayang kalo di LIPIA sensasinya kayak gimana mengingat mayoritas dosen di sana orang Arab asli jadi gak mungkin nanya pake bahasa isyarat.

Gy, dari awal memutuskan menempuh jalan ini, memang sudah saya perkirakan akan ada banyak rintangan maupun godaan. Mengingat banyak yang harus dikorbankan, entah itu kesenangan, waktu luang, rasa sakit yang harus diterima ketika tahu konsekuensinya penuntut ilmu seperti apa, bahkan boleh jadi tulisan ini kelak menjadi bumerang buat saya sendiri, belum lagi dengan kalaamunnaas, tapi untuk yang terakhir itu saya lebih memilih untuk gak peduli. Seperti halnya Mus'ab ketika memutuskan memilih jalan ini dan konsekuensi yang diterimanya amat besar, Ibunya tidak mau mengakui keislamannya sampai menjadi seorang faqir bahkan yang dulunya ia sempat dikagumi oleh penduduk Mekkah, sekarang untuk makan pun susah, pun di bajunya banyak tambalan. Tapi ia tidak peduli, baginya Allah dan Rasul-Nya lebih dari segalanya. Juga ulama-ulama besar yang menempuh jarak ribuan kilo untuk menuntut ilmu, untuk menguasai ilmu Nahwu pun Imam Syafi'i membutuhkan waktu sekitar 20 tahun, sedangkan saya mah apa atuh udah umur kepala dua masih banyak kurangnya :( kadang suka sedih deh *hiks*.

Banyak dari mereka pun merasakan pahitnya hidup di penjara. Maupun dari kalangan perempuan, yaitu Khadijah, kalian pasti tahu kan pengorbanannya seperti apa. Satu yang saya tahu pasti, banyak dari mereka yang sudah tidak lagi peduli dengan harta, kedudukan, maupun nikmatnya hidup setelah memutuskan mengambil jalan ini. Membuat saya berdecak kagum membacanya, mereka lebih disibukkan dengan beribadah semata-mata mengharap ridha Allah. Entah itu dengan bekerja, menuntut ilmu syar'i, menginfakkan seluruh harta, atau berjihad. Kisah mereka sudah lebih dari cukup untuk obat sekaligus penenang di saat hati ini sudah mulai jenuh belajar.

Masih banyak yang harus diperbaiki, entah itu sikap, lisan, hubungan dengan orang tua maupun dengan orang lain. Rasanya kalau dibanding orang-orang terdahulu seujung kuku pun saya gak ada apa-apanya. Masih banyak santainya huhu. Alhamdulillah, Allah mengenalkan saya dengan ini semua. Teringat nasihat salah seorang ustadzah, "Bumi Allah itu luas, ilmu-Nya pun tersebar luas di mana-mana. Usahakan jangan berhenti belajar, menuntut ilmu itu wajib. Terlebih ilmu syar'i". 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar